Abu Yazid AlBustami adalah sufi abad III Hijriyah berkebangsaan Persia, lahir tahun 804 M/ 188H. Nama kecilnya
adalah Tayfur, sedang
lengkapnya Abu Yazid Tayfur
ibn Isa ibn Surusyan al-Busthami.
Dalam literatur-literatur tasawuf, namanya sering ditulis dengan Bayazid Bastami(بايزيد بسطامى).
Setelah dikaruniai seorang putra bernama Yazid, ia kemudian lebih
dikenal dengan nama Abu Yazid (arti:Ayah Yazid). Al-Busthami sendiri adalah nisbah (ditujukan)
pada daerah kelahirannya
Bistami, Qumis, di daerahtenggara Laut Kaspia, Iran.
Ayahnya bernama Isa, sedangkan kakeknyabernama
Surusyan, yang mana keduanya beragama Majusi (agama bangsa Persia yang mengajarkan
penyembahan kepada api dan berhala), namun kemudian masuk Islam.
Kedua orangtuanya Abu Yazid adalah muslim yang taat, shaleh, wara (sederhana dan mementingkan kehalalan
rizki yang dicari dan diterima), serta zuhud (berperilaku seperti yang
dilakukan para pendahulu yang suka berbuat baik, meningkatkan hubungan dengan
Allah untuk mencapai derajat yang
mulia dan tinggi). Sedang, kakaknya bernama Adam dan adiknya bernama Ali yang juga sufi. Ada sufi yang memiliki nama hampir mirip dengannya, yakni Abu
Yazid dan Taifur Al Bistami Al-Asghar. Data hidup yang dimilikinya sangatlah
terbatas. Info-info mengenai dirinya di dapat dari Tayfur (cucu dari Adam). Selain itu, biografi Abu
Yazid juga diketahui melalui tokoh-tokoh
lain yang pernah berjumpa serta mencatat ucapan-ucapannya, seperti Abu Musa
al-Dabili, Abu Ishaq al-Harawi, dan lain-lain. Sejarah mencatat bahwa ia tidak
meninggalkan suatu tulisan, barang satupun.
Saat remaja, Abu Yazid mempelajari dan
mendalami Al-Qur'an serta hadits-hadits Nabi Muhammad saw. Ia kemudian mempelajari fikih Mazhab Hanafi (salah satu aliran metodologi fikih yang didirikan oleh Imam Hanafi, dan merupakan salah satu
mazhab yang dianut oleh kamu Sunni),
sebelum akhirnya menempuh jalan tasawuf. Karena ia menganut mazhabHanafi, maka ia termasuk dalam
golongan Ashaburra'yi,
yakni suatu aliran yang memberikan peranan besar kepada akal/pemikiran
(Arab:Al-Ra'yu) untuk memahami hukum Islam.
Sebagai orang yang mengerti hukum-hukum
yang dikaji melalui fikih bermazhab Hanafi, kepatuhannya pada syariat Islamsangatlah
kuat. Hal ini dapat dibuktikan
dari sejumlah pernyataan yang pernah diucapkannya. Ia pernah berkata demikian, "Kalau engkau melihat
seseorang sanggup melakukan pekerjaan keramat , seperti duduk bersila di udara,
maka janganlah engkau terperdaya olehnya. Perhatikanlah apakah ia melaksanakan
perintah Tuhan,
mejauhi larangan (Tuhan), dan menjaga dirinya dalam batas-batas syariat." Selain itu, Abu Yazid juga
pernah mengajak keponakannya, Isa bin Adam, untuk
memperhatikan seseorang yang dikenal oleh masyarakat sebagai zahid (orang yang menolak dunia,
berpikir tentang kematian, yang memandang bahwa apa yang
dimilikinya tidaklah punya nilai dibandingkan dengan apa yang dimiliki
oleh Allah swt).[1][8][9][10] Waktu itu orang tersebut sedang berada di dalam masjid dan
terlihat batuk lalu meludah ke depan, ke arah kiblat di
dalam masjid). Karena menyaksikan kejadian
tersebut, yang mana hal ini tidak sesuai denganadab (akhlak) yang diajarkan oleh Rasulullah saw, Abu Yazid pergi dan berkomentar, "Orang itu tidak menjaga satu
adab dari adab-adab yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Bila ia begitu, ia
tidak dapat dipercaya atas apa-apa yang didakwakannya (omongannya tidak dapat
dipercaya)."
Ia juga mengungkapkan
bahwa pernah terbesit di hatinya untuk memohon kepada Allah agar dia
diberikan sifat ketidakpeduliaan terhadap makanan dan wanita sama
sekali, tetapi hatinya kemudian berkata, "Pantaskah
aku meminta kepada Allah sesuatu yang tidak pernah diminta oleh
Rasulullah saw?" Bahkan
karena begitu taatnya pada ajaranagama, dia menghukum dirinya sendiri jika melanggar. Katanya, "Aku ajak diriku untuk
mengerjakan sesuatu yang termasuk dalam perbuatan taat, namun kemudian diriku
tidak mematuhinya. Oleh karena itu, selama setahun diriku tidak kuberi air (minum)."' Kisah lain juga pernah ia alami. Sebuah riwayat (cerita turun-temurun)
memberitahukan bahwa suatu ketika ia bermalam di padang pasir dan menutup kepalanya dengan pakaian lalu
tertidur. Tak disangka, dia
mengalamai hadats besar (suatu kondisi yang dapat menghalangi seseorang
melakukan shalat, seperti haid,
keluarnyamani, dan lain-lain), sehingga diwajibkan mandi jinabat /mandi wajib(mengalirkan
air dan mengusap seluruh angota tubuh dengan melafalkan niat tertentu). Akan tetapi malam itu terlalu dingin
dan ketika terbangun, dirinya merasa enggan untuk mandi dengan air yang juga
terlalu dingin. Abu Yazid berniat
untuk mandi saat matahari sudah
tinggi, namun setelah menyadari betapa ia tidak mempedulikan kewajiban agama,
akhirnya dia bangkit dan melumerkan salju pada jubahnya. Setelah itu Abu Yazid mandi dengan
menggunakan jubah yang basah dan dingin tersebut lalu
dia dipakainya kembali. Tubuhnya kedinginan, lalu ia jatuh pingsan.
Banyak literatur menyebutkan
bahwa ia wafat pada tahun 261 Hijriyah /875 Masehi. Namun
pendapat lain menyebutkan bahwa ia wafat pada tahun 264 Hijriyah / 878 Masehi. Abu Yazid menghabiskan seluruh
hidupnya di kotakelahirannya,
Bistami. Pernah ada yang berkata
padanya bahwa orang yang mencari hakekat (hidup) biasanya
selalu mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Kemudian ia hanya menjawab, "Temanku (maksudnya, Tuhan)
tidak pernah berpergian, dan karena itu aku pun tidak berhijrah (berpindah)dari
sini." Namun tidak dapat
diacuhkan ketika beberapa kali ia terpaksa menyingkir dari Bistami karena
munculnya tekanan dan permusuhan dari pihak yang menganggap sufisme atau
tasawufnya menyimpang, tetapi hal itu hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar